|
Logo Salatiga |
Kota Salatiga adalah sebuah
kota di
Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan sepenuhnya dengan
Kabupaten Semarang. Salatiga terletak 49 km sebelah selatan
Kota Semarang atau 52 km sebelah utara
Kota Surakarta, dan berada di
jalan negara yang menghubungan Semarang-Surakarta. Salatiga terdiri atas 4
kecamatan, yakni Argomulyo, Tingkir, Sidomukti, dan Sidorejo. Kota ini berada di lereng timur
Gunung Merbabu, sehingga membuat kota ini berudara cukup sejuk. Mulai tahun 2014 direncanakan pemekaran wilayah di dalam kota Salatiga segera terwujud, yaitu membagi kelurahan Kutowinangun menjadi 2 wilayah sehingga menjadi kelurahan Kutowinangun Lor (utara) dan Kelurahan Kutowinangun Kidul (selatan) mengingat wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang padat serta permintaan dari warga sebagai latar belakang pemekaran wilayah dan sudah diajukan kepada pemerintah negara Republik Indonesia
[2]. Dari letak administratif yang ada menjadikan kota Salatiga menduduki peringkat
luas wilayah ke-18 kotamadya terkecil di Indonesia.
Sejarah
Dahulu kala di daerah pedalaman, memerintahlah seorang bupati bernama Ki Ageng Pandan Arang (Pandanaran). Ia hanya memuaskan diri dengan kekayaannya. Dan memeras rakyat dengan menarik pajak yang berlebihan. Pada suatu hari, Ki Ageng Pandan Arang, bertemu dengan Pak tua, tukang rumput. Kemudian Ki Ageng meminta rumput yang Pak tua bawa. Namun Pak tua menolaknya dengan alasan untuk ternaknya. Tetapi Ki Ageng tetap memintanya dan Ki Ageng menggantinya dengan sekeping uang. Tanpa diketahui Ki Ageng Pandan Arang, Pak tua menyelipkan kembali uang itu dalam tumpukan rumput yang akan dibawa. Dan hal tersebut terjadi berulang-ulang. Sampai suatu kali Sang bupati menyadari perbuatan Pak tua tersebut. Dan marahlah ia dan menganggap bahwa Pak tua telah menghinanya.
Pada saat itu, tiba-tiba Pak tua berubah wujud menjadi Sunan Kalijaga seorang pemimpin agama yang dihormati bahkan oleh raja-raja. Maka bupati Pandanaran pun sujud menyembah dan memohon untuk memaafkan kekhilafannya. Akhirnya Sunan Kalijaga memaafkannya, namun dengan syarat Ki Ageng harus meninggalkan seluruh hartanya dan mengikuti Sunan Kalijaga pergi mengembara.
Namun istri bupati melanggar, ia membawa emas dan berlian dan memasukkannya ke dalam tongkat. Dan di tengah perjalanan mereka dicegat sekawanan perampok. Sunan Kalijaga menyuruh perampok itu untuk mengambil harta yang dibawa istri bupati. Dan akhirnya perampok itu pergi dan merebut tongkat yang berisi emas dan berlian.
Setelah perampok itu pergi Sunan Kalijaga berkata,Aku akan menamakan tempat ini Salatiga karena kalian telah membuat tiga kesalahan. Pertama, kalian sangat kikir. Kedua kalian sombong. Ketiga kalian telah menyengsarakan rakyat. Semoga tempat ini menjadi tempat yang baik dan ramai nantinya.
Ada beberapa sumber yang dijadikan dasar untuk mengungkap asal usul
Salatiga, yaitu yang berasal dari cerita rakyat,
prasasti maupun penelitian dan kajian yang cukup detail. Dari beberapa sumber tersebut Prasasti
Plumpungan-lah yang dijadikan dasar asal usul Kota Salatiga. Berdasarkan prasasti ini Hari Jadi Kota Salatiga dibakukan, yakni tanggal
24 Juli 750 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Kota Salatiga Nomor 15 Tahun 1995 tentang Hari Jadi Kota Salatiga.
Prasasti Plumpungan, cikal bakal lahirnya Salatiga, tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170 cm, lebar 160 cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut Prasasti Plumpungan. Berdasar
prasasti di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, maka Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi, pada waktu itu Salatiga merupakan perdikan.
|
Prasasti Plumpungan |
Perdikan artinya suatu daerah dalam wilayah kerajaan tertentu. Daerah ini dibebaskan dari segala kewajiban pajak atau upeti karena daerah tersebut memiliki kekhususan tertentu, daerah tersebut harus digunakan sesuai dengan kekhususan yang dimiliki. Wilayah perdikan diberikan oleh
Raja Bhanu meliputi Salatiga dan sekitarnya.
Menurut sejarahnya, di dalam Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra. Pada zamannya, penetapan ketentuan Prasasti Plumpungan ini merupakan peristiwa yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra. Penetapan
prasasti merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah perdikan atau swantantra. Desa Hampra tempat prasasti itu berada, kini masuk wilayah administrasi Kota Salatiga. Dengan demikian daerah Hampra yang diberi status sebagai daerah perdikan yang bebas pajak pada zaman pembuatan prasasti itu adalah daerah Salatiga sekarang ini.
Konon, para pakar telah memastikan bahwa penulisan Prasasti Plumpungan dilakukan oleh seorang
citralekha (penulis) disertai para
pendeta (resi). Raja Bhanu yang disebut-sebut dalam prasasti tersebut adalah seorang raja besar pada zamannya yang banyak memperhatikan nasib rakyatnya.
Isi Prasasti Plumpungan ditulis dalam
Bahasa Jawa Kuno dan
bahasa Sanskerta. Tulisannya ditatah dalam petak persegi empat bergaris ganda yang menjorok ke dalam dan keluar pada setiap sudutnya.
Dengan demikian, pemberian tanah perdikan merupakan peristiwa yang sangat istimewa dan langka, karena hanya diberikan kepada desa-desa yang benar-benar berjasa kepada raja. Untuk mengabadikan peristiwa itu maka raja menulis dalam Prasasti Plumpungan Srir Astu Swasti Prajabhyah, yang artinya: "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian". Ditulis pada hari Jumat, tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi.
Zaman kolonial
Pada zaman penjajahan
Belanda telah cukup jelas batas dan status Kota Salatiga, berdasarkan Staatsblad 1917 No. 266 Mulai 1 Juli 1917 didirikan Stadsgemeente Salatiga yang daerahnya terdiri dari 8 desa.
Karena dukungan faktor
geografis, udara sejuk dan letak yang sangat strategis, maka Salatiga cukup dikenal keindahannya di masa penjajahan Belanda, bahkan sempat memperoleh julukan "Kota Salatiga yang Terindah di Jawa Tengah".
Zaman kemerdekaan
Pembagian Administratif
Kecamatan di Kota Salatiga adalah:
Geografi
Pendidikan
Di Salatiga ada 10 SMP Negeri, 1 MTs Negeri dan beberapa SMP swasta seperti SMP Islam Al Azhar 18, SMP Stella Matutina, SMP Kristen 1, SMP Kristen 2, dan SMP Laboratorium Satya Wacana, SMP Raden Paku Blotongan, SMP Islam Sudirman, SMP Darma Lestari, dll. Adapun beberapa SD Negeri yang tersebar di banyak daerah dan juga swasta yang banyak terpusat diperkotaan dan mulai merambah ke daerah pinggiran.
Pendidikan non formal juga telah berdiri,yaitu Sekolah "Baking" yang dipelopori oleh Perusahaan Terigu Bogasari,yaitu Bogasari Baking Center (BBC) di dekat kampus Universitas Kristen Satya Wacana (Cungkup-Sayangan,Kec.Sidorejo)
Sebagai Kota Pendidikan, Salatiga juga memiliki Perpustakaan Umum Kota Salatiga sebagai wahana pembelajaran sepanjang hayat yang menyediaan sumber informasi dan pengetahuan bagi setiap orang, khususnya bagi warga Salatiga.
Transportasi
Salatiga memiliki tiga terminal, yang bernama
Terminal Tingkir yang melayani bis tujuan AKDP Jateng dan AKAP Jateng, seperti
Jakartahingga
Denpasar,
Bali,
Terminal Tamansari yang melayani jalur dalam kota,dan
Terminal Rejosari yang melayani daerah Salatiga Atas ( wilayah Getasan, Kopeng, Ngablak, dan kota Magelang). Untuk transportasi massal, Salatiga memiliki angkutan kota, bis kota
Esto,
Sawojajar,
Konco Narimo,
Tunas Mulya,
Safari dan armada taksi
Galaksi Taksi dan
Matra Taksi dengan tujuan beberapa daerah di sekitar kota Salatiga. Serta transportasi tradisional seperti Andong dan Becak. Sebentar lagi akan diperkuat dengan dibukanya kembali jalur rel kereta api di
Stasiun Tuntang sampai
Kedungjati dan berlanjut sampai stasiun
Semarang sehingga semakin mudah sarana transportasi dari dan menuju ke kota Salatiga. Salatiga juga mempunyai jalur ringroad baru yang beroperasi tahun
2011 lalu, dengan total panjang 14 km yang membentang dari
Blotongan hingga
Noborejo Salatiga. Salatiga juga akan memiliki jalur tol baru yaitu
Jalan Tol Semarang-Solo yang melewati daerah utara dan timur kota
Salatiga, sehingga akses dapat ditempuh lebih cepat dari kota
Semarang,
Yogyakarta, maupun
Solo.
dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Salatiga